Juni: Memperingati Kelahiran dan Kematian
Satu-satunya
yang aku rayakan di bulan Juni hanyalah bertambahnya usia Ibuku. Satu-satunya
terbaik yang kumiliki. Tahun ini aku harus merayakan atau mungkin lebih
tepatnya memperingati hal lain. Kematian.
Satu hari di bulan Juni tahun lalu, aku
terbangun dari tidur siangku. Tuhan masih baik memberiku bangun. Aku membuka
ponselku. Hal yang selama dua minggu aku takutkan benar terjadi. Berita buruk
itu sampai di telingaku. Aku kehilangan. Satu-satunya manusia milik Tuhan yang
aku tahu dan aku kenal.
Sedikit berlari aku menyusuri lorong rumah
sakit. Aku sampai pada keramaian. Aku benar-benar terlambat. Di sisa harinya,
aku belum sempat melihatnya. Belum sempat mengucapkan terimakasih dan maaf.
Belum sempat memegang tangan kecilnya. Sungguh, aku mengutuk diriku sendiri di
lorong itu.
Perjalanan panjang aku lakukan menuju kota
kelahirannya. Empat bahkan lima jam selama perjalanan aku tidak banyak bicara.
Aku masih mencerna bahwa aku telah kehilangan. Kehilangan yang tidak bisa aku
cari setelahnya. Kehilangan yang tidak pernah aku harapkan. Kehilangan yang selamanya aku
harapkan menjadi yang terakhir.
Hingga ia harus bersemayam di rumah
terakhirnya, aku masih belum bisa mengantarkannya. Aku melihatnya di balik
keranda bertutup kain hijau. Iya, itu terakhir aku melihatnya. Selamat jalan,
ucapku dalam hati. Sejak itu aku harus belajar berhenti mencarinya.
Bulan Juni akan seterusnya berbeda sejak
hari itu. Biasanya aku akan mempersiapkan hari baik Ibuku. Ibuku akan senang
ketika tahu aku membelikannya kue-kue manis dan barang yang diinginkannya
selama ini. Kali ini aku akan melakukan hal yang sama tentunya. Setelahnya aku
akan kembali berdoa supaya bisa kembali ke "rumah" itu. Membawakan
bunga terbaik.
Aku selalu percaya, Tuhan selalu ingin
bertemu terbaik milik-Nya dengan cepat.
Untuk yang terbaik selama ini.
Dalam dekapan Tuhan semoga engkau selalu tenang.
Surga milikmu, Laila Maulidatun Nisa'
Comments
Post a Comment