Diary Perjalanan Gapyear Ku (Insecure dan Penyendiri)

Sudah bagian tiga ya dari diary ini hehe.

Terakhir kali aku update diary ini sekitar bulan April kalau ngga salah. Aku takut cerita ini ngga sesuai sama yang aku mau. Dalam kalimat lain, ngga sesuai ekspetasi. Namanya juga perjalanan gapyear, ya pengennya bisa ditutup dengan kalimat “aku maba tahun ini”.

Oh ya, setelah aku bekerja sebagai cs freelance seperti yang aku ceritakan sebelumnya aku jadi seorang tuna karya alias nganggur alias ngga punya kegiatan. Alhamdulillah itu ngga lama. Ada satu flyer yang menarik perhatian ku. Tertulis “lowongan kerja admin” dengan deskripsi pekerjaan yang “kayanya aku bisa nih”.

Setelah berbagai tahap aku lewati, aku resmi menjadi pekerja kembali. Disalah satu sekolah swasta dan pesantren baru ditengah perkampungan. Bangunannya unik. Ada joglo ditengah-tengah area sekolah yang jadi salah satu spot menarik. Bukan seperti sekolah. Setiap kali ojek online datang mereka selalu terkecoh dan bilang, “lah saya kira bukan sekolah mbak, bagus ya bangunannya”.

Sedari awal interview kerja aku sudah insecure karena sekolah ini menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Dan dari situ pikiran ku sudah “aku harus belajar banyak pokoknya, jangan malu-maluin”. Aku sedikit terkejut waktu tau formasi pendidik dan tenaga kependidikan yang bisa dihitung jari. Tapi itu tidak jadi masalah karena ya namanya sekolah baru. Aku memaklumi itu.

Kalau tidak salah, dulu setiap hari Kamis ada rapat semacam evaluasi. Disitu para guru menyampaikan dengan bahasa Inggris, insecure pertama ku. Alhamdulillahnya aku paham yang mereka bicarakan tapi aku belum bisa bicara secepat dan sepanjang itu. Ya kalau satu, dua, tiga kalimat masih bisa. Dalam pikiran ku saat itu, “aku dulu ngapain ya di sekolah kok bisa segoblok ini”.

Insecure ku yang kedua melihat teman-teman ku yang jadi mahasiswa. Kok bisa ya mereka kelihatan dewasa banget, kok bisa ya mereka gini, kok bisa ya gitu. Hal itu selalu berputar-putar dikepala. Sampai pada akhirnya aku capek sendiri dan selalu bilang, “sabar, nanti kamu juga jadi mahasiswa”. Menguatkan diri sendiri ternyata ngga semudah menguatkan orang lain waktu ada masalah. Selain ngga mudah, juga sakit.

Akhirnya aku jadi senang menyendiri, pergi ke suatu tempat sendiri, bicara jika hanya diajak bicara. Sampai suatu hari, aku sendiri di perpustakaan sekolah dan menangis tiba-tiba. Aku lelah, benar-benar lelah. Dan tiba-tiba kepala sekolah masuk ke perpustakan, aku melihat beliau dengan pipi basah. Aku malu dan beliau bilang, “kenapa mbak?” sambil tersenyum. Percayalah, justru ketika menangis dan ditanya kenapa bukannya bicara malah semakin jadi.

Aku juga pernah menangis sejadi-jadinya ketika makan siang di dapur sekolah. Ngobrol dengan ibu dapur, semuanya aku keluarkan. Rasanya bekerja disana dengan segala kekurangan, melihat teman-teman ku, perasaan ku saat itu, semuanya aku ceritakan. Aku jadi seorang yang sensitif sekali ketika disinggung soal kuliah atau tiba-tiba ingat soal itu.

Empat bulan aku selalu dalam perasaan yang sama, aku belum menemukan kenyamanan disana. Aku selalu merasa kurang dan tidak sebanding dengan mereka yang ada disana. Mereka hebat-hebat, mereka bisa melakukan yang aku ingin juga bisa melakukannya. Untuk ku, ngga mudah jadi pribadi sesungguhnya yang cuma anak lulusan SMK dan sejajar dengan banyak sarjana disana. Semua yang aku tunjukkan disana bukan pribadi ku selama ini.

Setelah empat bulan, semuanya berbeda, semuanya berubah.


Comments