Diary Perjalanan Gapyear Ku (Bertaruh)

Setelah empat bulan bekerja, apa yang berubah? Semangat ku bekerja dan insecure yang aku tinggalkan.

Januari 2020 beberapa PTN sudah mengumumkan jadwal penerimaan mahasiswa baru. Waktunya mengatur strategi dan waktu. Tapi, satu hal yang aku takutkan. Aku takut gagal (lagi). Aku takut belum bisa jadi mahasiswa tahun ini. Aku takut semua yang terjadi ditahun lalu terjadi lagi ditahun ini. Tapi kali ini aku mau buktiin sama diri sendiri, kalau jatah gagal ku sudah kemarin sekarang jangan.

Ada dua PTN tujuan ku, dan satu PTS yang selalu aku doakan. Jadi, seandainya rezeki ku bukan di PTN, rezeki untuk ku adalah PTS yang aku mau. Sejak Januari sampai Juni sudah empat jalur masuk PTN aku coba. Aku tidak mau seperti tahun kemarin yang mencoba beberapa jalur masuk saja dan tidak ada persiapan khusus. Dan satu jalur beasiswa untuk PTS yang aku persiapkan. Total ada lima jalur.

Disini aku akan bercerita nikmatnya bekerja dan kekurangan bekerja sembari menyiapkan diri menjadi mahasiswa.

Ketika aku memutuskan gapyear aku sudah siap dengan segala resiko, kalau aku akan tertinggal dengan teman-teman ku. Tapi, dengan bekerja aku bisa menyiapkan semuanya. Peralatan kuliah seperti laptop, uang pendaftaran tes, dan semua yang memang harus aku punya. Satu yang aku pegang semenjak bekerja, aku ingin mengeluarkan rupiah dari kantong ku sendiri untuk pendaftaran tes.

Beratus-ratus rupiah aku keluarkan. Tentu saja dengan banyak harapan yang aku doakan. Satu alasan kenapa aku ingin mengeluarkan rupiah dari kantong ku sendiri, setidaknya kalau nanti aku gagal cukup aku yang merasa kecewa dan sedih.

Kecewa untuk ku bukan soal rupiah yang aku keluarkan, tapi murni kecewa kenapa aku gagal lagi. Beda halnya jika aku meminta rupiah sama bapak ibuk. Kalau aku gagal bukan perasaannya aja yang sedih, tapi uangnya juga aku hilangkan begitu aja. Mungkin bagi mereka ngga apa-apa, tapi buat ku sekali pembayaran pendaftaran bisa untuk makan satu sampai tiga hari. Ya sudah, kalikan aja jadi berapa.

Beruntungnya aku bekerja, jadi aku tidak pernah khawatir soal itu. Yang ada dikepala ku waktu itu, uang bisa dicari, sekarang sudah bisa cari sendiri waktunya dipergunakan pada tempatnya. Disisi lain aku juga mempersiapkan untuk masuk PTS jalur beasiswa. Semua berkas aku persiapkan. Bukan sehari dua hari aku izin keluar sekolah atau kantor untuk itu. Tuhan Maha Baik, jalan ku dipermudah.

Hal yang paling sulit dihindari ketika punya hajat adalah maksiat, melakukan hal-hal dosa. Aku juga bingung ketika berdoa, aku harus berdoa seperti apa agar Tuhan tau tujuan ku. Aku ingin ke PTN, disisi lain aku ingin mengejar beasiswa. Setiap kali berdoa aku sedikit memaksa, aku selalu bilang “kalau memang salah satu jadi rezeki ku dekatkan, permudah, tidak ada lagi yang bisa aku mintai tolong”.

Sementara itu ada pekerjaan yang harus aku lakukan. Ada kewajiban yang harus aku kerjakan. Aku seorang pekerja. Aku sering tidur malam untuk mengerjakan laporan. Aku sering menyampingkan urusan pribadi ku. Aku masih sering melayani orang-orang disaat bukan jam kerja. Nyatanya, egois untuk diri sendiri itu penting. Bekerja ditempat kerja dan jam kerja. Yang selalu aku tekankan untuk diri ku sendiri, aku tidak mau membawa pekerjaan ke rumah. Tapi nyatanya memang tidak bisa.

Sepanjang Januari sampai Juli aku habiskan dengan hal-hal itu. Bekerja, menyiapkan diri, belajar, dan sekali-kali keluar mencari yang seharusnya aku dapatkan. Berat sekali untuk ku menyiapkan semuanya sendiri. Aku minta bapak ibuk untuk berdoa aja untuk ku. Setidaknya aku belajar untuk melakukan semuanya sendiri. Bukannya suatu saat nanti aku juga akan dilepas menghadapi semuanya sendiri? Setidaknya aku sudah pernah melakukannya.

Hari ini tepat satu tahun aku bekerja di sekolah itu. Selamat untuk diri ku sendiri. Dan tepat dua minggu yang lalu kabar mengejutkan datang untuk ku. Balas dendam terbaik ku sudah digaris final.

Comments

  1. Congrats 🎉🎉🎉🎉

    ReplyDelete
  2. tulisanmu bagus banget! great story and u are very strong person. keep going, tetaplah berusaha :) ��

    ReplyDelete

Post a Comment