Matahari Ke Sembilan Belas

Yogyakarta, 30 Maret 2020

Akhirnya, yang ke sembilan belas. Matahari dihari yang sama. Ditempat yang sama. Sembilan belas tahun  bisa bernafas panjang. Meski tersenggal-senggal

Dulu biasa saja ketika menginjak angka ke delapan belas. Di angka tujuh belas juga biasanya saja. Tidak ada perayaan apapun seperti remaja-remaja seumuran.

Tapi seiring berjalannya roda waktu, delapan belas begitu menarik. Bukan lagi jatuh bangun. Semua keadaan nampak dirasakan di delapan belas. Semua seakan bergerak sendiri tanpa kendali.

Bergerak dua tahun lalu, ada mimpi-mimpi yang sudah disiapkan. Agar nantinya ditahun selanjutnya ada aksi untuk menjadikan itu nyata. Tapi memang, manusia berhak berencana tapi Tuhan yang menentukan.

Tidak ada yang bisa diwujudkan satupun dari mimpi-mimpi itu. Ini namanya gagal ya? Setelah itu, tidak ada catatan mimpi-mimpi yang harus dikejar satu tahun kedepan.

Kaki masih berdiri. Tapi jatuh bukan sekali dua kali. Pergi kesana kemari mencari sesuatu dengan dalih apresiasi diri. Sampai lupa ini apresiasi diri atau cara untuk lupa dari hati terluka.

Dari angka enam belas sampai delapan belas, ada keinginan yang selalu dituliskan. Sederhananya seperti naik gunung, pergi ke pelosok negeri, dan punya jualan kecil-kecilan supaya bisa jajan.

Ternyata tidak sesederhana itu mewujudkannya. Kata orang-orang di angka itu seharusnya belajar, merancang cita-cita agar tidak seperti orang tua jaman dulu.

Kali ini keinginan itu masih ada. Ditambah mimpi yang lain. Tidak dicatat seperti dulu. Membiarkan semua itu menjadi hal yang selalu ada dipikiran. Agar tidak lupa bahwa suatu saat nanti keinginan itu jadi nyata.

Doa terbaik untuk matahari ke sembilan belas
Kalau nantinya harus terjatuh lagi, seperti biasa kaki akan tetap berdiri lagi
Kalau nantinya harus terluka lagi, jangan menangis apapun yang terjadi






Untuk mu, selamat sembilan belas tahun. Semoga segala angan menjadi nyata adanya. Tetap kuat dan menjadi hebat.

Comments